PROF. ZAHRO DAN ARGUMENTUM AD VERECUNDIAM

Dalam ilmu logika, terdapat istilah Argumentum ad Verecundiam. Ini adalah satu jenis kesalahan berpikir dimana "benar tidaknya" sesuatu ditentukan oleh keahlian atau kewibawaan orang yang menyatakannya, bukan atas eksistensi kebenaran itu sendiri. Jadi suatu pernyataan dianggap benar hanya karena ia dikemukakan oleh seorang yang sudah terkenal sebagai ahli.

Logika ini mengandaikan bahwa kebenaran bukan sesuatu yang berdiri sendiri (otonom), dan bukan berdasarkan penalaran sebagaimana mestinya, melainkan tergantung dari siapa orang yang mengatakannya.

Contohnya begini. Ada pernyataan bahwa di Yogyakarta terjadi angin puting beliung. Korban 200 rumah porak poranda. Ada 10 korban nyawa. Dan aneka kerusakan lainnya.

Ada seorang pakar antropologi asli Yogya, yang sekarang menjadi dosen sebuah kampus di Meksiko. Sebut saja namanya Prof. Faaz. Ia ahli tentang Yogyakarta, dan segala pernak-pernik warganya, karena memang asli Yogya, dan sudah menulis puluhan buku tentang Yogyakarta. Terbit di penerbit bergengsi di Amerika. Dalam bahasa inggris semua.

Tersebutlah Paijo, alumni sebuah kampus di Jogja. Sekarang bekerja diperusahana internasional, PT Kaleng-Kaleng. Ia dapat tugas dari perusahaannya untuk suatu urusan ke Meksiko. Di sana ia bertemu prof. Faaz.

Demi mendengar berita puting beliung di Yogya tersebut, Paijo penasaran. Ia bertanya kepada prof. Faaz, bagaimana kondisi Yogya ? Ia bertanya karena melihat reputasi Prof. Fazz sebagai ahli tentang Yogya, asli orang Yogya, sehingga berkesimpulan tentu prof. Faaz paham masalah ini.

Prof. Faaz lalu memberikan jawaban panjang lebar, bahwa di Yogya itu warganya begini dan begini. Nanti 10 korban yang meninggal itu nanti akan diumumkan dalam berita lelayu di masjid-masjid, lalu orang-orang akan datang, di halaman rumah duka akan didirikan tenda, dll. Si Paijo pun percaya 100 %. Lha wong yang ngomong profesor, ahlinya ahli, je?

Nah, apa yang terjadi pada Paijo ini disebut dengan Argumentum ad Verecundiam. Ia mengambil kesimpulan benar tidaknya sesuatu (dalam hal ini kabar tentang Yogya) hanya dari orang yang dianggapnya ahli tentang Yogya, bukan melalui mekanisme yang semestinya. Ini keliru.

Seharusnya cara yang benar ialah mengecek sendiri, datang ke jogja, melihat apakah benar peristiwa itu terjadi. Atau, mengkonfirmasikan kepada kenalan, orang Yogya, yang masih berada di Yogya. Baik melalui telpon, SMS, atau WA, bertanya: benarkah Yogya diterjang puting beliung dahsyat.

Ternyata yang terjadi sebenarnya tidak sedahsyat itu. Memang ada angin ribut. Ada 200 rumah roboh. Tapi itu rumah burung dara/merpati, bukan rumah manusia. 10 korban nyawa itu pun bukan nyawa manusia, tetapi ayam brioler yang mati gara-gara kandangnya rubuh terkena angin.

Demikianlah contoh kesalahan akibat Argumentum ad Verecundiam.
***

Dua hari terakhir ini, setelah peristiwa hasil Bahsul Masail NU tentang kafir dan nonmuslim, saya melihat banyak nitijen yang menerapkan prinsip Argumentum ad Verecundiam ini. Caranya adalah dengan menghadirkan video ceramah Prof. Zahro. Link ada di sini: https://www.youtube.com/watch?v=C_TLuiRz_Oc&feature=youtu.be&fbclid=IwAR0DOUqA9Q2sudxLB8coXoWiAbdt5sS_mVy1EWHpj3ZatmObdqcyRQEyF_4

Sebagai atribut kepakaran, ditulislah bahwa beliau adalah Guru Besar UIN Surabaya, pakar Fiqh Kontemporer, ketua Umum PP IPIM (Ikatan Persaudaraan Imam Masjid) Seluruh Indonesia, rektor UNIPDU (Universitas Pesantren Tinggi Darul Ulum) Jombang, dan lain-lain.

Saya sendiri pernah membaca bukunya beliau, tentang Bahsul Masa’il, yang diterbitkan LKiS, Yogyakarta. Buku yang luar biasa. Pendidikan S3 beliau berasal dari UIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta, kampus tempat di mana saya mengabdikan diri sebagai tenaga pengajar sekarang. Tentu kita homat dan ta’zim akan luas dan kedalaman ilmu beliau.

Dalam ceramah prof. Zahro yang beredar di Youtub, beliau mengkritik hasil Bahsul Masa’il munas NU, menganggap hasil munas tersebut telah melenceng dari al-Qur’an. Tak lupa, bebarapa ayat “kafir”pun dikutip, yang banyak diambil dari surat al-Maidah.

Namu tanpa mengurangi rasa hormat tersebut, saya melihat ada yang perlu diluruskan.

Dari video tersebut, jelas terlihat beliau tidak ikut dalam Bahsul Masail NU. Entah beliau berada di mana saat itu. Yang jelas, beliau tidak berada di lokasi Bahsul Masail. Hal ini bisa saya simpulkan dari pernyataan beliau pada detik ke-50, yang menyatakan, “...bahsul masail yang diadakan di Banjar Negara, Jawa Barat.....”

Di sini ada dua kesalahan. Pertama, acara Bahsul masail itu diadakan di Kota Banjar, atau disebut juga Banjar Patroman. Bukan di Banjar Negara. Antara Banjar negara dengan Banjar jelas berbeda. Kedua, Banjar Negara bukan terletak di Jawa Barat, tetapi di Jawa Tengah. Plat R. Jelas kesalahan seperti ini tidak akan terjadi bila beliau terlibat dalam forum tersebut.

Dalam kontroversi Bahsul Masa’il NU tersebut, posisi beliau hanya sebagai komentator. Bukan informan kunci. Sangat mungkin pengetahuan beliau tentang isu ini HANYA berasal dari viral medsos, entah sudah sudah tangan yang ke berapa.

Jadi nitijen yang menjadikan video prof. Zahro sebagai sumber pengetahuan dalam isu ini, lalu menganggap penyataan-pernyataan beliau sebagai kebenaran, maka statusnya sama dengan Paijo yang mengangpap benar pernyataan Prof. Faz di atas tadi. Mereka terjebak dalam logika Argumentum ad Verecundiam.

Seharusnya, kebenaran isu hasil bahsul masa’il tersebut diklarifikasi kepada Informan Kunci. Di sini, informan kunci adalah mereka yang ikut terlibat langsung dalam forum Bahsul Masail tadi. Di antaranya adalah KH Afifuddin Muhajir, anggota tim perumus Bahsul Masail ini. Beliau adalah Pengasuh Pondok Pesantren Salafiyah Syafiiyah Sukorejo Asembagus, situbondo, penulis kitab Fathul Mujibil Qorib. Bukan sekedar ahli dan ikut terlibat, beliau bahkan menjadi Tim Perumus dalam bahsul masa'il.

Klarifikasi KH Afifuddin Muhajir tentang masalah ini dapat di simak di sini: https://www.youtube.com/watch?v=wwYENxMzH-M .

Di video ini jelas terlihat bahwa ternyata hasil bahsul masail NU sebenarnya bukan seperti yang dikritik oleh Prof. Zahro tadi. Silahkan pembaca melihat sendiri video masing-masing

Dari sini, dapat disimpulkan bahwa keterangan KH Afifuddin Muhajir lebih layak untuk dipegang sebagai kebenaran, karena beliau terlibat langsung dalam peristiwa tesebut.

Posisi beliau sama seperti orang jogja, yang tinggal di jogja, yang mengalami langsung peristiwa angin ribut yang dibesar-besarkan oleh pesan viral dalam kisah Paijo di atas tadi.

Salam ta'zhim untuk KH Afifuddin Muhajir.
Salam hotmat untuk. Prof. Zahro.

Tabik.

Ali Imron