Mahasiswa Ilmu Hadis Juara II Lomba Hafalan 500 Hadis

Yogyakarta (19/10). Mahasiswa Program Studi Ilmu Hadis berhasil menoreh Prestasi pada STQH Nasional. Dedek Rahmah, Mahasiswa Semester V Program Studi Ilmu Hadis pada Fakultas Ushuluddin dan Pemikiran Islam UIN Sunan Kalijaga, mengikuti ajang Seleksi Tilawatil Qur’an dan Hadis (STQH) Nasional di Kendari, Sulawesi Tenggara. Berikut catatan dari Dedek Rahma.

Kesempatan mengikuti STQH Nasional 2025 merupakan salah satu pengalaman paling berharga penuh makna dalam hidup saya. Ajang ini bukan sekadar perlombaan, melainkan perjalanan panjang penuh perjuangan, doa, dan pembelajaran. Tak pernah saya bayangkan sebelumnya bahwa saya akan berdiri di panggung nasional dan meraih Juara 2 Nasional dalam cabang Hafalan 500 Hadis.

Perjuangan Menuju STQH Nasional

Perjalanan panjang ini dimulai sejak Oktober dan November 2024, ketika saya mengikuti seleksi perlombaan tingkat Kota, kemudian berlanjut di tingkat provinsi di DKI Jakarta. Saat itu, saya hanya berniat mencoba kemampuan dan menambah pengalaman. Namun, takdir berkata lain. Dari ajang itu, saya berhasil meraih Juara 1 tingkat provinsi DKI Jakarta

Meski begitu, perjuangan tidak berhenti di situ. Menjadi juara satu belum berarti otomatis masuk dalam kafilah nasional, karena masih ada serangkaian seleksi lanjutan yang harus dijalani. Saya harus mengikuti proses Training Center (TC) Mobile yang berlangsung selama beberapa bulan. Dalam periode itu, Saya menempuh perjalanan pulang-pergi Jakarta sebanyak sepuluh kali untuk mengikuti berbagai tahapan seleksi yang menguji hafalan serta pemahaman hadis. Setiap sesi seleksi menuntut kesiapan mental, hafalan yang kuat, serta kemampuan memahami makna hadis secara mendalam. Banyak saat di mana rasa lelah dan jenuh datang, namun semangat untuk terus berproses dan memberikan yang terbaik selalu menjadi pendorong utama.

Setelah melalui proses yang panjang, akhirnya saya dinyatakan terpilih sebagai kafilah tetap Provinsi DKI Jakarta. Saya kemudian menjalani pembinaan intensif selama sekitar 30 hari di Jakarta, di bawah bimbingan para ustadz dan pelatih berpengalaman. Masa itu terasa berat sekaligus indah—hari-hari dipenuhi dengan murojaah hadis, latihan pemahaman makna hadis, serta pembekalan mental menghadapi lomba. Namun, di tengah kesibukan itu, ada masanya saya merasa sangat lelah, karena proses pembinaan harus dijalani bersamaan dengan tugas-tugas kuliah. Waktu istirahat terasa singkat, dan terkadang saya harus mengulang hafalan hingga larut malam. Meski demikian, saya berusaha untuk tidak menyerah. Saya yakin, setiap lelah yang dijalani dengan niat baik pasti akan berbuah hasil. Dukungan dari para guru, teman seperjuangan, dan keluarga menjadi kekuatan tersendiri yang membuat saya terus bertahan hingga akhir.

Kilas Balik

Melihat ke belakang, saya menyadari bahwa perjalanan ini bukan hanya tentang kompetisi. Setiap tahap adalah proses pembentukan diri—melatih kesabaran, keikhlasan, dan disiplin. Saya belajar menghargai waktu, menjaga amanah, serta menghormati guru-guru yang membimbing dengan penuh kasih sayang. Saat pengumuman juara diumumkan dan nama saya disebut sebagai Juara 2 Nasional, rasa syukur membuncah di dada. Bukan karena trofi atau penghargaan, tetapi karena saya berhasil melewati perjalanan panjang yang penuh makna.

Motivasi dan Awal Perjalanan Menghafal Hadis

Motivasi saya untuk menghafal hadis berawal dari arahan guru di pondok pesantren. Saat itu, cabang hafalan 500 hadis baru saja dibuka dalam perlombaan, sehingga masih terasa asing dan menantang bagi banyak santri. Awalnya, tidak ada yang mau mengambil cabang tersebut, karena dianggap terlalu berat dan sulit untuk dikuasai dalam waktu singkat. Saya pun sempat ragu—bagaimana mungkin mampu menghafal sebanyak itu, sementara hafalan hadis Arba’in saja sudah membutuhkan waktu dan konsistensi yang tinggi?

Namun, dorongan dan keyakinan yang ditanamkan oleh guru saya menjadi titik balik. Beliau mengatakan bahwa “tidak ada hafalan yang mustahil bagi orang yang bersungguh-sungguh dan istiqamah.” Ucapan itu menumbuhkan semangat baru dalam diri saya. Saya mulai menyusun strategi dan menetapkan target pribadi, yaitu menghafal 10 hadis setiap hari selama dua bulan. Dengan disiplin dan jadwal yang teratur, saya berusaha menepati komitmen tersebut—meskipun sering kali harus menahan rasa lelah dan mengorbankan waktu istirahat.

Hari demi hari, jumlah hafalan pun bertambah. Awalnya terasa berat dan lambat, tetapi lama-kelamaan lidah dan ingatan mulai terbiasa. Saya tidak hanya berusaha menghafal teks hadisnya, tetapi juga memahami maknanya agar lebih mudah diingat. Setiap hadis yang saya hafalkan terasa seperti membuka jendela baru tentang keindahan ajaran Rasulullah . Dari proses itulah saya belajar bahwa menghafal hadis bukan sekadar perlombaan, tetapi juga perjalanan spiritual yang mendidik hati dan membentuk kepribadian. Apa yang awalnya terasa mustahil perlahan menjadi kebiasaan, dan akhirnya menjadi kecintaan yang mendalam terhadap hadis-hadis Nabi .

Kecintaan inilah yang kemudian mendorong saya untuk melanjutkan studi di jurusan Ilmu Hadis, agar tidak hanya berhenti pada kemampuan menghafal, tetapi juga mampu memahami, meneliti, dan mengkaji makna-makna hadis secara ilmiah. Saya ingin lebih dekat dengan sumber ajaran Rasulullah melalui pendekatan keilmuan yang mendalam, serta berkontribusi dalam menjaga dan mengembangkan tradisi keilmuan hadis di masa kini.

Penutup

Meraih Juara 2 Nasional dalam STQH bukanlah akhir dari perjalanan, melainkan awal dari tanggung jawab yang lebih besar. Saya berharap dapat terus mengamalkan dan menyebarkan nilai-nilai hadis dalam kehidupan sehari-hari. Perjalanan ini mengajarkan saya bahwa kesungguhan, doa, dan ridha guru adalah kunci utama menuju keberhasilan. Dan yang paling penting, setiap langkah perjuangan akan terasa ringan bila diniatkan lillāhi ta‘ālā (semata-mata karena Allah).